Monday 19 August 2013

Perkembangan Agama-Agama di Jawa Barat

Perkembangan Agama Hindu di Jawa Barat
Perkembangan agama Hindu di Jawa Barat diperkirakan terjadi sekitar abad ke lima masehi, ditandai dengan kerajaan Hindu Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Selain itu ditandai juga dengan penemuan tujuh buah prasasti batu atau Saila Prasasti, diantaranya: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Pasirawi, Prasasti Tugu, srta Prasati Lebak yang ditulis dengan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta, berbentuk syair yang memberikan keterangan tentang kerajaan Tarumanegara.

Prasasti Ciaruteun menyebutkan bahwa “Purnawarman adalah raja yang gagah berani bagaikan Dewa Wisnu”. Dalam Prasasti Tugu menyebutkan bahwa “Raja Purnawarman dalam pemerintahannya yang ke 22 menggali sungai Gomati yang panjangnya 12 km dalam waktu 21 hari dan memberikan hadiah 1000 ekor lembu kepada para Brahmana”.

Perkembangan Agama Budha Di Jawa Barat

Para ahli sejarah masih meneliti kapan sebenarnya agama Buddha masuk ke Indonesia. Namun banyak orang sependapat bahwa kedatangan Aji Saka merupakan tanggal kedatangan agama Buddha di Indonesia. Apabila kita meneliti arti kata "Aji Saka" ini, kita akan menemukan: "Aji" dalam bahasa Kawi berarti "ilmu kitab suci" sedang "Saka" berasal dari kata "Sakya". Sehingga "Aji Saka" dapat diartikan sebagai "Pakar dalam Kitab Suci Sakya" atau Pakar Buddha Dharma. Dari sini dapat diketahui bahwa Aji Saka sebenarnya bukanlah sebuah nama, tetapi sebuah gelar. Gelar ini diberikan rakyat kepada rajanya yang sebenarnya bernama Tritustha.

Kata "Dewata" artinya dewa dan "Cengkar" artinya jahat, jadi "Dewata Cengkar" tidak lain berarti dewa jahat (awidya). Dengan demikian legenda yang telah merakyat di Jawa Tengah tentang perang dahsyat antara Aji Saka melawan Raja Dewata Cengkar, kiranya dapat diartikan sebagai perang antara Buddha Dharma melawan Kejahatan/Kebodohan (Awidya). Aji Saka bukan hanya pakar dalam Buddha Dharma, tetapi juga seorang pakar astronomi dan sastra. Dalam legenda Jawa dikatakan bahwa untuk menandai kekhilafan beliau dalam memberi perintah kepada dua orang panglimanya yang setia yang menyebabkan mereka berperang tanding sendiri dan keduanya gugur karena sama "jayanya", beliau membuat Aksara Jawa.

Kalau Ha Na Ca Ra Ka dipakai untuk mengenang kedua panglimanya yang setia Dora dan Sembada--, maka untuk mengingat kedatangannya, sebuah candrasangkala telah dibuat oleh Aji Saka. Penanggalan tahun Saka (tahun Jawa) ini dimulai pada tanggal beliau mendarat di pulau Jawa. "Nir Wuk Tanpa Jalu" adalah tanggal 0001, karena: Nir = kosong = 0; Wuk = tidak jadi = 0; Tanpa = 0; dan Jalu = 1. Permulaan waktu penanggalan tahun Saka ini sama dengan tanggal 14 Maret tahun 78 Masehi. Kalau legenda Aji Saka ini kelak ternyata benar, maka dapatlah dikatakan agama Buddha telah masuk ke Indonesia (Jawadwipa) pada abad I Masehi, jadi jauh sebelum Candi Borobudur didirikan oleh raja-raja Wangsa Sailendra pada abad VII. Secara singkat dapat disusun kurang lebih perkembangan agama Buddha di Indonesia sebagai berikut:

Abad I (14 Maret 78), kedatangan Aji Saka Tritustha menandai masuknya agama Buddha di Indonesia (Jawadwipa).

Abad II, III, dan IV di Indonesia (Jawa) agama Buddha sudah berkembang. Ini terbukti dari catatan-catatan Bhiksu Fa-hien yang datang ke Jawa pada abad V. Beliau menyatakan bahwa sewaktu beliau datang di Jawa agama Buddha sudah ada bersama-sama agama Hindu.

Abad IV dan V, bukti perkembangan agama Buddha dapat dilihat dari prasasti-prasasti kerajaan Purnawarman di Jawa Barat dan Mulawarman di Kalimantan.

Abad VII dan VIII adalah jaman keemasan perkembangan agama Buddha di Jawa, di bawah raja-raja Kerajaan Mataram Purba dan Sailendra. Pada abad VII ini Candi Borobudur dibangun, pembangunannya dikatakan memakan waktu kira-kira delapan puluh tahun.

Abad VIII dan IX, berdiri Kerajaan Sriwijaya di Sumatera, di mana Bhiksu I-tsing pernah datang belajar agama Buddha dan bahasa Sanskerta.

Abad XI, Atisa Dipankara seorang bhiksu yang mengajarkan Vajrayana di Tibet, sewaktu mudanya juga belajar pada Bhiksu Dharmakirti di Swarnadwipa (Sumatera).

Perkembangan Agama Islam di Jawa Barat
Ilmu sejarah terus berkembang berdasarkan penemuan-penemuan fakta baru yang memberikan penjelasan baru. Begitu pula dengan sejarah perkembangan agama Islam di Jawa Barat. Islam di Jawa Barat berkembang sejak Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7

Para ahli sejarah tidak memiliki bukti yang akurat mengenai awal penyebaran agama Islam di Jawa Barat. Namun informasi perluasan atau perkembangan Islam di Jawa Barat lebih banyak dikisahkan melalui Sejarah Cirebon dan Sunda Kalapa.

Cirebon dan Banten merupakan bagian dari wilayah kekuasaan kerajaan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran masih menganut ajaran Hindu. Kehadiran Sunan Gunung Jati di Cirebon perlahan mengubah agama dan kebudayaan masyarakat yang menganut ajaran Hindu.

Perkembangan Agama Kristen Di Jawa Barat

Pengaruh Barat dan agama Kristen Protestan (selanjutnya hanya akan disebut Kristen) masuk ke Nusantara, khususnya Pulau Jawa melalui kedatangan dan kehadiran orang-orang Belanda. Walaupun bangsa Portugis datang lebih dahulu dari bangsa Belanda, mereka tidak sempat punya tempat berpijak di Jawa Barat. Ketika pada 1527 armada Portugis datang ke Sunda Kelapa untuk membantu Kerajaan Sunda, armada itu tidak berhasil mendarat di tempat tersebut. Pada waktu itu Pelabuhan Sunda Kelapa sudah diduduki oleh tentara Mataram dan armada Portugis dapat dipukul mundur. Selama berada di Nusantara perhatian bangsa Portugis hanya tertuju ke wilayah Maluku dan sekitarnya yang merupakan daerah penghasil rempah-rempah. Daerah-daerah lain, termasuk Jawa Barat dipandang tidak penting bagi usaha perdagangannya. Orang-orang Belanda datang ke Asia dengan alasan-alasan ekonomi dan politik seperti Portugis, namun masalah penyebaran agama tidak mereka anggap terlalu penting. Belanda datang hanya untuk monopoli perdagangan.

Injil mulai dikabarkan kepada penduduk pribumi di Jawa Barat pada paruh kedua abad ke-19 oleh orang-orang Belanda secara perseorangan dan oleh lembaga pekabaran Injil (selanjutnya hanya akan disebut zending) yaitu Nederlandsche Zendingsvereeniging (NZV). Setelah terbentuk jemaat pribumi barulah upaya pekabaran Injil dilakukan oleh pribumi kepada teman-teman sebangsanya. Jawa Barat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Jawa Barat dalam pengertian geo budaya, yaitu wilayah Jawa bagian barat di mana kebudayaan Sunda lahir, tumbuh, dan berkembang. Jemaat-jemaat yang telah terbentuk mengalami tekanan dari masyarakat non-Kristen sehingga timbul gagasan untuk membentuk desa-desa Kristen yang terlepas dari tata adat masyarakat dan tata adat keagamaan yang non Kristen. Desa-desa yang dibentuk dengan latar belakang demikian adalah desa Pangharepan (di Cikembar, Sukabumi): yang didirikan oleh S. van Eendenburg tahun 1886, desa Cideres (Majalengka) yang didirikan oleh J. Verhoeven tahun 1900, desa Palalangon (di Ciranjang, Purwakarta) yang didirikan oleh B.M. Alkema pada 1902, dan desa Tamiyang (di daerah Cirebon) yang didirikan oleh A. Vermeer pada 1900 (Atje-Soejana, 1975: 35).

Topik tentang Penyebaran Kristen di Jawa Barat hingga terbentuknya Gereja Kristen Pasundan ini dipilih penulis karena menarik untuk diteliti. Kebudayaan masyarakat Sunda di Jawa Barat memiliki keunikan. Suatu budaya asing tidak dapat begitu saja diterima oleh masyarakat dengan pola pikir tradisional tanpa adanya pendekatan konsep teologi lokal yang digunakan para zendeling.

Dalam hal kepercayaan, masyarakat Sunda memiliki kekuatan yang sulit untuk ditembus oleh kepercayaan baru khususnya dari Eropa. Hal ini yang diusahakan zending untuk dilakukan, menyebarkan ajaran Kristen kepada masyarakat Jawa Barat yang sudah memiliki kepercayaan Islam. Penelitian mengenai Kristenisasi di Jawa Barat masih sangat kurang karena keterbatasan sumber penulisan dan peminat, maka penulis mencoba untuk menulis sebuah proses penyebaran Kristen di Jawa Barat hingga terbentuk sebuah jemaat Gereja Kristen Pasundan.

Penelitian ini mengambil periode 1865 hingga 1942. Pekabaran Injil oleh pihak asing di Jawa Barat dimulai sejak kedatangan lembaga zending yaitu NZV dan pekabaran Injil yang dilakukan Anthing sejak 1865.

Penelitian ini berakhir tahun 1942 ketika tentara Jepang masuk Jawa Barat karena hubungan Gereja Kristen Pasundan dengan NZV terputus sehingga Gereja Kristen Pasundan menjadi sebuah jemaat yang terlepas dari pengaruh kepemimpinan dan bantuan finansial dari NZV secara total.

Perkembangan Agama Kong Hu Cu di Jawa Barat
Sejarah perjalanan dan perkembangan agama Khonghucu (Kong jiao) sangatlah panjang. Agama Khonghucu adalah agama yang ada dengan mengambil nama Sang Nabi Khongcu (Kongzi/Kong Fuzi) yang lahir pada tanggal 27 bulan 8 tahun 551 SM di negeri Lu (kini jasirah Shandong(2952 – 2836 SM), Shen-nong (2838 – 2698 SM), Huang-di (2698 – 2596 SM), Yao (2357 – 2255 SM), Shun (2255 – 2205 SM), Da-yu (2205 – 2197 SM), Shang-tang (1766 – 1122 SM),Wen, Wu Zhou-gong (1122 – 255 SM), sampai Nabi Agung Kongzi (551 – 479 SM) dan Mengzi (371 – 289 SM). Para nabi inilah peletak Ru jiao. Sedangkan Nabi Kongzi adalah penerus, pembaharu dan penyempurna. Maka Ru jiao juga disebut Kong jiao. ). Awalnya agama ini bernama Ru jiao (儒 教). Huruf Ru (儒) berasal dari kata (亻-人) ‘ren’ (orang) dan (需) ‘xu’ (perlu) sehingga berarti ‘yang diperlukan orang’, sedangkan ‘Ru’ sendiri bermakna (柔) ‘Rou’ lembut budi-pekerti, penuh susila, (优) ‘Yu’ – Yang utama, mengutama perbuatan baik, lebih baik,..和 He – Harmonis, Selaras,.. 濡 Ru – Menyiram dengan kebajikan, bersuci diri,.. ‘Jiao 教 berasal dari kata ‘xiao’孝 (berbakti) dan 文 ‘wen’ (sastra, ajaran). Jadi ‘jiao’ berarti ajaran/sastra untuk berbakti; =agama. Maka Ru jiao adalah ajaran/agama untuk berbakti bagi kaum lembut budi pekerti yang mengutamakan perbuatan baik, selaras dan berkebajikan. Ru jiao ada jauh sebelum Sang Nabi Kongzi lahir. Dimulailah dengan sejarah Nabi-Nabi suci Fuxi. Tanggal 25-27 Desember 1970 diadakan Musyawarah Kerja (Muker) Makin-Makin se-Jawa Barat dan DKI Jaya untuk meningkatkan perkembangan Agama Khonghucu.

1 comment: